Pencarian

Senin, 30 Juni 2014

Daerah Istimewa Surakarta (4c)

DAERAH ISTIMEWA SURAKARTA
keterangan ahli I dari pemohon dalam sidang perkara nomor 63/PUU-XI/2013

Disampaikan oleh Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (ahli tata negara)
Pada Sidang IV tanggal 19 Agustus 2013


Majelis Hakim Konstitusi yang saya muliakan.
Hadirin, hadirat yang saya hormati.
Assalamualaikum wr. wb.

[[Waalaikumsalam wr. wb.]]

Izinkanlah saya kepada Yang Mulia untuk memberikan keterangan Ahli yang diperlukan dalam Perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah di hadapan sidang Yang Mulia ini sebagai berikut.

Pertama, saya sepenuhnya sependapat dengan Para Pemohon bahwa norma angka 1 dan norma Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 sejauh kata dan Surakarta adalah bertentangan dengan asas negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, juga bertentangan dengan norma Pasal 18D ayat (1) Undang- Undang Dasar Tahun 1945 yang mengakui keberadaan satu daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa, serta juga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tentang Asas Keadilan dan Kepastian Hukum.

Kedua, keberadaan Surakarta sebagai daerah istimewa telah diputuskan oleh sidang PPKI pada tanggal 19 Agustus tahun 1945. Sidang PPKI ketika itu dipimpin oleh ketuanya Ir. Soekarno, yang sehari sebelumnya telah diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia.

Patut disadari bahwa pada tanggal 19 Agustus tahun 1945 itu Presiden RI memegang kekuasaan absolut berdasarkan Pasal 4 aturan peralihan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yakni sebelum terbentuknya MPR, DPR, dan DPA, maka segala kekuasaan lembaga-lembaga itu dijalankan oleh presiden dengan bantuan sebuah komite nasional.

Ketiga, dengan memegang kekuasaan selain presiden, tapi juga menjalankan kekuasaan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung itulah presiden kemudian mengeluarkan sebuah ketetapan yang tidak diberi nomor tapi diberi tanggal, yakni tanggal 19 Agustus tahun 1945 yang menyatakan bahwa inkang[sic!] sinuhun kanjeng susunan Pakubuwono tetap pada kedudukannya sebagai Sunan atau Raja Surakarta dengan segala kewenangan di daerah kekuasaannya.

Apakah arti tetap pada kedudukannya? Arti itu dapat ditelusuri di dalam risalah rapat-rapat PPUPKI maupun dalam rapat-rapat PPKI tentang keberadaan daerah-daerah istimewa atau yang dalam bahasa belan … dalam bahasa Jepang disebut dengan istilah kooti dan bahasa Belanda disebut dengan istilah (Ahli menggunakan bahasa daerah).

Dalam rapat PPKI tanggal 18 Agustus disepakati bahwa Pulau Jawa akan dibagi ke dalam tiga provinsi, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di samping tiga provinsi itu, seperti dikatakan Prof. Soepomo dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus, “Saya mufakat jadi kooti atau daerah istimewa, daerahnya di luar provinsi yang tiga itu,” artinya di luar Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Daerah kooti langsung berada di bawah pusat. Soekarno dalam penutup rapat PPKI 18 Agustus itu mengatakan, “Barangkali semuanya sudah mufakat, maka semua anggota PPKI mengatakan mufakat.” Maka kata Soekarno, “Untuk sementara waktu, urusan kooti diatur seperti adanya sekarang.”

Mengingat kedudukan kooti atau daerah istimewa itu langsung berada di bawah pemerintah pusat, maka dilihat dari suasana kebatinan rapat-rapat PPKI tanggal 18 Agustus Tahun 1945 itu keberadaan kooti atau daerah istimewa itu kedudukannya adalah setara dengan sebuah provinsi, Presiden RI selain mengukuhkan kedudukan para penguasa kooti dalam hal ini raja, sultan atau sunan, tetapi juga mengangkat seorang Wakil Pemerintah RI sebagai liasion officer untuk daerah tersebut. Untuk Surakarta telah diangkat Dr. Rajiman Wedyodiningrat sebagai Wakil Pemerintah RI untuk daerah istimewa Surakarta sebagaimana presiden juga telah mengangkat Tengku Amir Hamzah sebagai Wakil Pemerintah RI untuk Kesultanan Langkat di Sumatera Timur.

Lima[sic!], keberadaan Daerah Istimewa Surakarta selain termaktub di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pembentukan Komite Nasional di daerah sebagaimana telah dikemukakan oleh Para Pemohon, juga diakui dalam peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang peraturan, tentang Dewan Pertahanan Daerah dalam daerah istimewa yang antara lain menyatakan dalam Pasal 4A. Yang dimaksud dengan Dewan Pertahanan Daerah dalam daerah istimewa di Jawa adalah.
a. Satu Dewan Pertahanan Daerah untuk daerah kasunanan dan mangkunegaran.
b. Satu Dewan Pertahanan Daerah buat daerah kesultanan dan pakualaman.

Enam[sic!], berdasarkan keterangan-keterangan tadi maka pembentukan Daerah Istimewa Surakarta Hari Ningrat[sic!] adalah sah dan konstitusional, baik oleh keputusan sidang PPKI maupun oleh penetapan presiden RI tanggal 19 Agustus Tahun 1945, serta penegasan dari beberapa undang-undang yang ada antara Tahun 1945 sampai dengan Tahun 1946.

Tujuh[sic!], bahwa pada sekitar bulan Juni dan Juli 1946 terjadi berbagai pergolakan politik di Surakarta dan sekitarnya yang berujung pada penculikkan Perdana Menteri Suntan Syahrir dan beberapa menteri pada tanggal 27 Juni Tahun 1946. Kelompok kiri pada masa itu melancarkan gerakan revolusi atau gerakan anti swapraja yang menelan korban berbagai bupati dan pegawai pamong praja di Surakarta, peristiwa itu bersamaan dengan terjadi revolusi sosial di Sumatera Timur yang menuntut penghapusan kekuasaan para Sultan dan Raja Melayu sehingga menewaskan Tengku Amir Hamzah Wakil Pemerintah RI untuk Kesultanan Langkat.

Banyak hal yang dilupakan dari sudut sejarah ketatanegaraan kita bahwa akibat revolusi swapraja dan penculikkan Perdana Menteri Sutan Syahrir itu sistem pemerintahan kita kembali ke sistem presidensial pada tanggal 29 Juni Tahun 1946 melalui Maklumat Presiden Nomor 1 Tahun 1946, jam 01.00 WIB disiarkan oleh RRI Yogyakarta, dan saya mempunyai dokumen di tulis tangan oleh almarhum Prof. Osman Raliby yang mendengar pengumuman pemerintah itu melalui radio yogyakarta dan ditangkap di Kota Raja pada zaman itu. Itu ada buku yang ditulis oleh almarhum guru saya Prof. Osman Raliby judulnya Documenta Historica barangkali bisa menjadi bahan kajian sejarah ketatanegaraan kita.

Nah, jadi kita berubah kembali ke sistem presidensial pada tanggal 29 Juli 1946 melalui Maklumat Presiden Nomor 1 Tahun 1946 setelah sebelumnya sistem kita telah berubah ke sistem parlementer pada tanggal 16 Oktober Tahun 1945 setelah Perdana Menteri Sutan Syahrir dibebaskan sistem pemerintah kita kembali lagi ke sistem parlementer. Dalam konteks inilah kita harus memahami lahirnya penetapan Presiden Nomor 16/S.D ... saya sudah cek S.D itu Sifat Darurat Tahun 1946 yang menyatakan Daerah Istimewa Surakarta untuk sementara dipandang sebagai “Keresidenan”, sementara pemerintah di daerah Yogyakarta dan Surakarta langsung di bawah pimpinan pemerintah pusat. Dengan demikian Penetapan Pemerintah Nomor 16/S.D Tahun 1946 sama sekali tidak menghapuskan Surakarta sebagai daerah istimewa yang kedudukannya setingkat dengan provinsi. Maklumat presiden Nomor 1 Tahun 1946 didahului dengan pernyataan keadaan darurat atau (suara tidak terdengar jelas) di seluruh Negara Republik Indonesia. Dalam situasi darurat seperti itu maka maklumat mengatakan pengambilalihan kekuasaan pemerintahan parlementer dari Perdana Menteri Sutan Syahrir adalah untuk sementara waktu sampai kembalinya keadaan seperti biasa yang memungkinkan kabinet, dan lain-lain badan resmi bekerja sebagaimana mestinya.

Dengan demikian ketika keadaan sudah pulih maka penetapan pemerintah Nomor 16/S.D Tahun 1946 yang mengatakan untuk sementara waktu daerah Surakarta dipandang sebagai “Keresidenan” juga sebenarnya berakhir, jadi selesai. Maka kembali lagi keadaan itu dikembalikan kepada Kanjen[sic!] Sinuhun sebagai pemimpin atau kepala daerah istimewa Surakarta sebagaimana Soekarno-Hatta kembali menyerahkan kekuasaan pemerintahan presidensial kepada pemerintahan parlementer yang dipimpin oleh perdana menteri Sutan Syahrir.

Delapan[sic!], oleh karena itu norma angka 1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 yang menyebutkan, “Menghapuskan pemerintahan Surakarta.” Senafas dengan daerah Keresidenan yang lain yakni Semarang, Pati, Pekalongan, Banyumas, Kedu, adalah satu kesalahan konstitusional dalam memahami kedudukan Surakarta sebagai daerah istimewa, jika dikaitkan dengan Penetapan Pemerintah Nomor 16/SD Tahun 1946. Keresidenan Surakarta yang dibentuk untuk sementara berdasarkan Penetapan Nomor 16/SD Tahun 1946 tersebut tidaklah identik atau sama dengan Surakarta sebagai daerah istimewa.

Oleh karena itu bisa saja pemerintah mengeluarkan penetapan, sekarang tentu tidak mungkin yang sudah juga tidak mungkin pada tahun 1950 kecuali dengan undang-undang untuk menghapuskan Keresidenan Surakarta. Daerah itu tetap daerah istimewa sebagaimana telah terbentuk pada tanggal 19 Agustus Tahun 1945 tanpa mungkin dapat menggabungkannya dengan Provinsi Jawa Tengah dengan menganggapnya sebagai sebuah Keresidenan yang dari sudut penempatannya bersifat sementara berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 16/SD Tahun 1946.

Sembilan[sic!], kesalahan konstitusional dan historis dalam merumuskan angka satu dan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1946[sic!]. Dilihat dari sudut pandang Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasca amandemen pada saat ini. Jelaslah bertentangan dengan asas negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) bertentangan dengan pengakuan terhadap sebuah keberadaan daerah yang bersifat istimewa. Sebagaimana diatur dalam Pasal 18B Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan bertentangan dengan asas keadilan dan kepastian hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Sepuluh[sic!], karena itu saya menyarankan kepada Majelis Yang Mulia, sudilah kiranya mengabulkan petitum Pemohon untuk menyatakan bahwa norma angka satu dan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah, sejauh mengenai kata dan Surakarta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan sekaligus menyatakan bahwa keputusan PPKI tanggal 18 Agustus Tahun 1945 dan Penetapan Presiden RI yang memegang kekuasaan MPR, DPR, dan DPA pada waktu itu tanggal 19 Agustus Tahun 1945 tentang pengakuan Surakarta sebagai daerah istimewa tetap berlaku karena sah dari sudut pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku di masa itu. Pembentukan daerah istimewa Surakarta itu adalah sah dan konstitusional dilihat dari sudut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan juga dilihat dari sudut pandang sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia.

Sebelas[sic!]. Selanjutnya, tugas presiden dan DPR bukanlah membuat undang-undang tentang pembentukan daerah istimewa Surakarta. Melainkan  membuat undang-undang yang mengatur tentang keistimewaan Surakarta sebagai daerah istimewa yang berkedudukan sama dengan sebuah provinsi. Sebab pembentukan daerah istimewa Surakarta telah selesai dilakukan oleh PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus Tahun 1945 dan Presiden RI yang pada saat itu memegang kekuasaan MPR, DPR, dan DPA juga telah mengeluarkan penetapan tentang daerah istimewa Surakarta itu. Bahkan sisi lain, Para Yang Mulia, sebenarnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 itu juga tidak perlu ada. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 itu judulnya pembentukan provinsi Jawa Tengah. Provinsi Jawa Tengah sudah dibentuk oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus dan diumumkan dan ditunjuk gubernurnya sekaligus. Sebagaimana juga pembentukan Provinsi Sumatera, Provinsi Kalimantan, provinsi lain-lain juga telah ditunjuk gubernur Tengku Muhammad Hasan dan Gubernur Ir. Pangeran Muhammad Nur untuk Kalimantan dan seterusnya.

Jadi undang-undang itu pun sebenarnya dari segi teknik pembentuk undang-undangnya juga sebenarnya keliru. Kalau mereka ingin menetapkan wilayah Provinsi Jawa Tengah mungkin. Tapi kalau undang-undang pembentukan Provinsi Jawa Tengah itu jelah secara historis bertentangan dengan realitas sejarah ketatanegaraan karena pada waktu undang-undang itu lahir tahun 1950, Provinsi Jawa Tengah sudah terbentuk sejak tanggal 18 Agustus 1945. Saya memang sudah mengecek, ternyata memang pada bulan Juli Tahun 1950 ketika Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 itu disahkan, negara Jawa Tengah yang pada waktu itu merupakan bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat. Ternyata sudah menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia di Jogjakarta. Jadi, sebenarnya bisa saja mereka kemudian membentuk sebuah provinsi. Tetapi seperti saya katakan tadi, mengingat bahwa Surakarta telah terbentuk sebagai suatu daerah istimewa, walaupun untuk sementara waktu pernah dipandang “sebagai sebuah keresidenan.” Keresidenannya itu bisa dihapuskan, tapi tidak menghapuskan status Surakarta sebagai sebuah daerah istimewa.

Sebab itulah dalam berbagai kesempatan, saya mengatakan bahwa perjuangan beberapa tokoh, termasuk Pemohon Prinsipal yang hadir pada kesempatan ini Gus Timum, dan Kp. Wirabhumi, juga warga masyarakat Surakarta bukanlah untuk membentuk Daerah Istimewa Surakarta dengan cara pemekaran wilayah, melainkan untuk mengembalikan status daerah istimewa tersebut yang telah terbentuk dengan keputusan PPKI dan penetapan presiden yang sah dan konstitusional. Namun, selama ini seolah tenggelam oleh perkembangan sejarah.

Demikianlah keterangan saya, semoga ada manfaatnya. Dan atas perhatian Para Hakim Yang Mulia, maka saya sampaikan ucapan terima kasih.

Wassalamualaikum wr. wb.

Risalah sidang IV tertanggal 19 Agustus 2013 tertanda Ka. Subbag Risalah Rudy Heryanto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar