Pencarian

Senin, 30 Juni 2014

Daerah Istimewa Surakarta (3)

DAERAH ISTIMEWA SURAKARTA
Ringkasan Sidang Perkara Nomor 63/PUU-XI/2013: niet ontvankelijke verklaard



Sidang MK Perkara Nomor 63/PUU-XI/2013 adalah persidangan di Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah terhadap UUD 1945. Perkara pengujian Undang-undang ini diajukan oleh G.R.Ay. Koes Isbandiyah sebagai Pemohon I dan KP. Eddy S. Wirabhumi, S.H., M.M. sebagai Pemohon II. Pemohon I adalah salah satu putri kandung Susuhunan Paku Buwono XII (PB XII) yang merupakan salah satu pewaris sah dari dinasti Keraton Surakarta Hadiningrat. Sedangkan Pemohon II adalah  Ketua Umum Paguyuban Kawula Keraton Surakarta (Pakasa) yang merupakan paguyuban yang didirikan oleh Paku Buwono X (PB X) pada tahun 1931. Kedua pemohon tersebut didampingi oleh tim kuasa hukum dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Tim kuasa hukum tersebut terdiri atas empat orang, yaitu Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H., Dr. M. Arif Setiawan, S.H., M.H., Zairin Harahap, S.H., M.Si., dan Ahmad Khairun H., S.H., M.Hum.

Dalam perkara tersebut para pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan bagian Memutus angka I UU Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Tengah, yang berbunyi: “Menghapuskan Pemerintahan Daerah Karesidenan Semarang, Pati, Pekalongan, Banjumas, Kedu, dan Surakarta, serta membubarkan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Karesidenan-karesidenan tersebut” dan Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi “Daerah jang meliputi Daerah Karesidenan Semarang, Pati, Pekalongan, Banjumas, Kedu, dan Surakarta ditetapkan mendjadi Propinsi Djawa Tengah”, sepanjang kata-kata “dan Surakarta” adalah bertentangan dengan UUD 1945, khususnya pasal 1 ayat (3), pasal 18B ayat (1), dan pasal 28D ayat (1) UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum; serta menyatakan Surakarta sebagai Daerah Istimewa seperti semula sebelum berlakunya UU Nomor 10 Tahun 1950

Latar Belakang
Pada 19 Agustus 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan Piagam Kedudukan, yang isinya adalah berupa penetapan dan pengakuan bahwa kedudukan Sinuhun Kanjeng Suhunan Pakubuwono XII tetap seperti semula sebelum Surakarta Hadiningrat menjadi bagian dari NKRI. Berdasarkan hal tersebut, pada 1 September 1945 Sinuhun Kanjeng Suhunan Pakubuwono XII mengeluarkan maklumat yang pada intinya menegaskan bahwa Negeri Surakarta Hadiningrat adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia. Namun, seiring dengan kondisi riil di Daerah Kasunanan Surakarta yang terus menerus bergolak, pada 15 Juli 1946 Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah Nomor 16/SD Tahun 1946 tentang Pemerintahan di Daerah Istimewa Surakarta dan Yogyakarta. Dalam peraturan tersebut, Daerah Kasunanan dan Daerah Mangkunegaran dianggap sebagai satu karesidenan biasa di bawah Pemerintah Pusat. Akhirnya, pada 4 Juli 1950, negara bagian Republik Indonesia (RI-Yogyakarta) menetapkan UU RI Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah yang memasukkan Karesidenan Surakarta menjadi salah satu wilayahnya. Dengan dimasukkannya Surakarta sebagai bagian dari wilayah Jawa Tengah telah mengakibatkan status hukum Surakarta sebagai daerah istimewa menjadi tidak jelas dan tidak memiliki kepastian hukum.  Hal tersebut sekaligus juga menjadikan Surakarta diperlakukan tidak sama dengan Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah dibentuk dengan UU RI Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta dan telah diatur keistimewaannya secara khusus dengan UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Oleh karena ketidakjelasan status hukum Daerah Istimewa Surakarta, Pemohon I kehilangan haknya sebagai salah satu ahli waris untuk mengelola dan/atau mengatur tanahnya, baik tanah keraton sebagai lembaga, tanan Sunan Grond, dan tanah pribadi raja dan/atau keluarga keraton. Keraton Surakarta Hadiningrat tidak pernah dilibatkan dalam pengelenggaraan pemerintahan daerah di Provinsi Jawa Tengah, khususnya Pemerintah Kota Surakarta, pembentukan lembaga-lembaga daerah, pengisian jabatan di pemerintah daerah, serta pelestarian dan pengembangan budaya Jawa yang berasal dari Keraton Surakarta Hadiningrat.

Oleh karena tidak ada peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur pelestarian dan pengembangan budaya Jawa dari keraton Surakarta maka Pemohon II tidak dapat melestarikan dan mengembangkan budaya Jawa dari Keraton Surakarta yang merupakan tujuan didirikannya Pakasa. Di samping itu, pelestarian dan pengembangan budaya Jawa dari Keraton Surakarta tidak dapat berjalan dengan baik karena tidak memiliki payung hukum berupa peraturan perundang-undangan sebagai bagian hak dari daerah yang bersifat istimewa. Produk hukum daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kota Surakarta belum memberikan perlindungan dan pengembangan terhadap nilai-nilai budaya yang bersumber dari Keraton Surakarta Hadiningrat. Hal ini menimbulkan implikasi tidak jelasnya hak-hak Keraton Surakarta Hadiningrat, sehingga pemberian bantuan bukan merupakan kewajiban dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan Pemerintah Kota Surakarta.

Administrasi Pengujian
Pemohon mengajukan permohonan dengan surat permohonan 4 Juni 2013, yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi pada 4 Juni 2013, berdasarkan Akta Penerimaan Berkas Permohonan Nomor 265/PAN.MK/2013 dan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi pada 12 Juni 2013 dengan Nomor 63/PUU-XI/2013 yang telah diperbaiki dengan surat pemohonan bertanggal 5 Juli 2013.

Pemohon mengajukan alat bukti tertulis yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan P-14, sebagai berikut:
  • P-1 Fotokopi KTP atas nama GRAy Koes Isbandiyah
  • P-2 Fotokopi KTP atas nama KP. Eddy S. Wirabhumi, S.H., M.M.
  • P-3 Fotokopi Akta Kelahiran atas nama GRAj Koes Isbandiyah
  • P-4 Fotokopi Surat Nikah S.P. Paku Buwono XII dan Rr. St Suprapti (orang tua pemohon I)
  • P-5 Fotokopi Surat Keputusan Kongres I Paguyuban Kawula Karaton Surakarta Hadiningrat (PAKASA)
  • P-6 Fotokopi SK Menteri Kehakiman Nomor M-18-HT.03.05-Th.1988, tertanggal 28 April 1988
  • P-7 Fotokopi Penetapan Peraturan Pemerintah 1946 Nomor 16/S.D. tertanggal 15 Juli 1946
  • P-8 Fotokopi UU Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah
  • P-9 Fotokopi UU Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah
  • P-11 Fotokopi Piagam "pada kedoedoekanja"
  • P-12 Fotokopi Maklumat Presiden Nomor X
  • P-13 Fotokopi Penjelasan Maklumat Wakil Presiden Nomor X
  • P-14 Fotokopi Surat Wakil Presiden kepada J.M. fg. Ministert Presiden dan Menteri Pertahanan tertanggal 12 September 1949
Pemohon juga mengajukan tiga ahli dan dua saksi yaitu:
Ahli:
  • Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (ahli tata negara), 
  • Dr. Purnawan Basundoro (ahli sejarah dari Univ Airlangga Surabaya), dan 
  • Prof. Dr. Purwo Santoso (ahli ilmu pemerintahan dan otonomi daerah dari UGM).

Saksi:
  • Sri Juari Santosa
  • Kanjeng Pangeran winarno Kusumo/ Markus Winarno

Persidangan I
Acara:
Pemeriksaan Pendahuluan (I)

Waktu:
Rabu, 26 Juni 2013, Pukul 13.35 – 14.14 WIB

Tempat:
Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat.

Majelis Hakim:
Arief Hidayat (Ketua); Maria Farida Indrati (Anggota); dan Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota)

Panitera:
Dewi Nurul Savitri (Panitera Pengganti)

Pihak yang Hadir:
Gusti Raden Ayu Koes Isbandiyah dan K.P. Eddy S. Wirabhumi didampingi kuasa hukum Zairin Harahap, Ahmad Khairun, Abdul Jamil, dan Arif Setiawan

Ringkasan jalannya persidangan:
Ketua sidang membuka sidang panel pada pukul 13.35. Kuasa hukum memperkenalkan pemohon dan rombongan yang menyertainya. Ketua sidang menjelaskan agenda sidang pertama untuk mendengarkan pemohon mengemukakan permohonannya dan mendengarkan komentar majelis hakim dalam rangka perbaikan permohonan.

Kuasa hukum pemohon membacakan permohonannya yang pada pokoknya berisi ketentuan pada bagian memutus angka I UU Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Tengah, dan Pasal 1 ayat (1) adalah bertentangan dengan UUD 1945, khususnya pasal 1 ayat (3), pasal 18B ayat (1), dan pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Kuasa hukum juga membacakan alasan-alasan pemohon mengajukan pengujian dan petitumnya.

Setelah kuasa hukum pemohon menyampaikan permohonannya, majelis hakim menyampaikan nasehat dan komentar dalam rangka perbaikan permohonan. Nasehat dan komentar pertama dikemukakan oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati. Nasehat dan komentar kedua dikemukakan oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi. Terakhir nasehat dan komentar Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Setelah mendengarkan nasehat dan komentar mengenai perbaikan permohonan para pemohon, ketua sidang memberikan waktu paling lama empat belas hari untuk memperbaiki permohonan. Sidang ditutup oleh ketua sidang pada pukul 14.14.
Persidangan II
Acara:
Perbaikan Permohonan (II)

Waktu:
Rabu, 10 Juli 2013, Pukul 13.38 – 13.57 WIB

Tempat:
Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

Majelis Hakim:
Arief Hidayat (Ketua), Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota), dan Harjono (Anggota)

Panitera:
Dewi Nurul Savitri (Panitera Pengganti)

Pihak yang Hadir:
Gusti Raden Ayu Koes Isbandiyah dan K.P. Eddy S. Wirabhumi didampingi kuasa hukum Zairin Harahap dan Ahmad Khairun

Ringkasan jalannya persidangan:
Ketua sidang membuka sidang panel pada pukul 13.38. Kuasa hukum dan prinsipal (pemohon) memperkenalkan diri dan rombongan yang menyertai. Ketua sidang mempersilakan kuasa hukum menyampaikan perbaikan permohonan yang telah dilakukan.

Kuasa hukum menyampaikan perbaikan permohonannya. Perbaikan pertama mengenai kewenangan Mahkamah. Perbaikan kedua mengenai legal standing. Perbaikan ketiga mengenai pokok perkara. Keempat mengenai petitum pemohon. Selain itu kuasa hukum menyampaikan apabila permohonan pengujian undang-undang dikabulkan maka pembentukan undang-undang yang terkait bisa dibentuk oleh Dewan dan Pemerintah dalam waktu tiga tahun.

Terhadap perbaikan tersebut hakim konstitusi Harjono mengemukakan pertanyaan mengenai posisi Surakarta terkait dengan petitum. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh hakim konstitusi Arif Hidayat karena tidak ada hal yang mengatur posisi Surakarta pasca dikabulkannya permohonan. Majelis hakim menyarankan kuasa hukum untuk melakukan renvoi sebab waktu perbaikan sudah terlampaui.

Setelah itu majelis hakim mengesahkan alat bukti tertulis P-1 sampai dengan P-14. Majelis hakim juga meminta kuasa hukum untuk menyiapkan saksi atau ahli. Hasil dari sidang panel kemudian dibawa ke Rapat Permusyawaratan Hakim. Ketua sidang menutup sidang pada pukul 13.57.



Persidangan III
Acara:
Mendengarkan Keterangan Pemerintah dan DPR (III)

Waktu:
Selasa, 30 Juli 2013, Pukul 10.48 – 11.13 WIB

Tempat:
Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

Majelis Hakim:
M. Akil Mochtar (Ketua), Achmad Sodiki (Anggota), Arief Hidayat (Anggota), Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota), Harjono (Anggota), Maria Farida Indrati (Anggota), Anwar Usman (Anggota), dan Muhammad Alim (Anggota).

Panitera:
Dewi Nurul Savitri (Panitera Pengganti)

Pihak yang Hadir:
Para pemohon: G.R.Ay. Koes Moertiyah Wandansari [sic!] dan K.P. Eddy S. Wirabhumi didampingi kuasa hukum Zairin Harahap, Ahmad Khairun, M. Arif Setiawan, dan Abdul Jamil

Wakil Pemerintah: Dr. Mualimin Abdi, Prof. Dr. Zudan Arif Fakhrulloh, Tuti Rianingrum, Erik Aditiyansyah, Tri Rahmanto, dan Wahyu Chandra sebagai kuasa Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Dalam Negeri selaku pemegang kuasa Presiden Republik Indonesia.

Ringkasan jalannya persidangan:
Ketua sidang membuka sidang panel pada pukul 10.40. Kuasa hukum dan pemohon II memperkenalkan diri dan rombongan yang menyertai. Wakil pemerintah juga memperkenalkan dirinya. Ketua sidang menyampaikan keterangan bahwa wakil dari DPR tidak hadir karena sedang reses.

Dr. Mualimin Abdi selaku Kepala Badan Litbang HAM Kementerian Hukum dan HAM membacakan keterangan pemerintah di hadapan sidang mahkamah. Pertama, pokok permohonan para pemohon tidak dibacakan secara detail. Kedua, kedudukan hukum para pemohon diserahkan sepenuhnya kepada mahkamah. Ketiga, pemerintah menyampaikan penjelasan terhadap materi yang diuji sejumlah delapan poin. Kesimpulannya, pemerintah memohon mahkamah untuk dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya serta sesui dengan konstitusi yang berlaku.

Setelah pemerintah menyampaikan keterangannya, kuasa hukum akan mengajukan ahli dan saksi. Ketua sidang menunda persidangan untuk mendengarkan ahli dari pemohon pada persidangan 19 Agustus 2013. Ketua sidang menutup sidang pada pukul 11.13.



Persidangan IV
Acara:
Mendengarkan Keterangan DPR dan Ahli/Saksi Pemohon Serta Pemerintah (IV)

Waktu:
Senin, 19 Agustus 2013, Pukul 14.49 – 16.00 WIB

Tempat:
Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

Majelis Hakim:
Muhammad Alim (Ketua), Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota), Anwar Usman (Anggota), Arief Hidayat (Anggota), Hamdan Zoelva (Anggota), Harjono (Anggota), Maria Farida Indrati (Anggota), dan  Patrialis Akbar (Anggota).

Panitera:
Dewi Nurul Savitri (Panitera Pengganti)

Pihak yang Hadir:
Para pemohon: G.R.Ay. Koes Moertiyah Wandansari [sic!] dan K.P. Eddy S. Wirabhumi didampingi kuasa hukum Zairin Harahap, Ahmad Khairun, M. Arif Setiawan, dan Abdul Jamil.

Ahli pemohon: Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (ahli tata negara), Dr. Purnawan Basundoro (ahli sejarah dari Univ Airlangga Surabaya), dan Prof. Dr. Purwo Santoso (ahli ilmu pemerintahan dan otonomi daerah dari UGM).

Wakil Dewan Perwakilan Rakyat: Dr. H. Azis Syamsuddin (Anggota A-197), Dr. H. Adang Daradjatun (Anggota A-60), dan M. Nurdin (anggota A-352), kesemuanya dari komisi III DPR RI.

Wakil Pemerintah: Tuti Rianingrum, Erik Aditiyansyah, Radita Aji, dan Santoso Puji Utomo.

Ringkasan jalannya persidangan:
Ketua sidang membuka sidang pada pukul 14.49. Kuasa hukum memperkenalkan diri dan memperkenalkan ahli yang menyertainya. Wakil DPR memperkenalkan diri. Wakil Pemerintah memperkenalkan diri.

Dr. H. Adang Daradjatun (Anggota A-60) selaku wakil Tim Kuasa Hukum DPR RI menyampaikan keterangan DPR. Pertama DPR menguraikan pokok permohonan pemohon. Kedua DPR menyampaikan pandangannya terhadap kedudukan hukum pemohon dan pengujian pembentukan Provinsi Jawa Tengah sebanyak 10 poin. Kesimpulannya DPR berpendapat ketentuan pasal 1 ayat 1 UU Pembentukan Provinsi Jawa Tengah tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 18B ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Sidang kemudian mengambil sumpah ketiga orang ahli dari pemohon. Pengambilan sumpah dilakukan oleh hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi. Ahli pertama Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra menyampaikan keterangannya dalam sebelas poin. Ahli kedua Dr. Purnawan Basundoro menyampaikan keterangannya menurut slide text power point yang sudah diserahkannya pada petugas untuk ditayangkan. Ahli ketiga Prof. Dr. Purwo Santoso juga menyampaikan keterangannya menurut slide text power point yang sudah diserahkannya pada petugas untuk ditayangkan.

Selain tiga ahli, kuasa hukum akan menambah dua saksi fakta. Sedangkan wakil DPR dan wakil Pemerintah menganggap semua sudah cukup. Ketua sidang menunda persidangan sampai 2 September 2013 untuk mendengarkan saksi fakta dari pemohon. Ketua sidang menutup sidang pukul 16.00.



Persidangan V
Acara:
Mendengarkan Keterangan Ahli/Saksi Pemohon serta Pemerintah (V) dan [bagi Perkara 73/PUU-XI/2013] (III)

Waktu:
Senin, 2 September 2013, Pukul 14.14 – 14.45 WIB.

Tempat:
Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi , Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat.

Majelis Hakim:
Hamdan Zoelva (Ketua), Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota), Muhammad Alim (Anggota), Anwar Usman (Anggota), Arief Hidayat (Anggota), Harjono (Anggota), Maria Farida Indrati (Anggota), dan  Patrialis Akbar (Anggota).

Panitera:
  • Dewi Nurul Savitri (Panitera Pengganti [untuk Perkara 63/PUU-XI/2013]), dan 
  • Achmad Edi Subiyanto (Panitera Pengganti [untuk Perkara 73/PUU-XI/2013]).

Pihak yang Hadir:
Para pemohon Perkara Nomor 63/PUU-XI/2013: Gusti Raden Ayu Koes Isbandiyah dan K.P. Eddy S. Wirabhumi didampingi kuasa hukum Zairin Harahap, Ahmad Khairun, M. Arif Setiawan, dan Abdul Jamil.

Saksi pemohon Perkara Nomor 63/PUU-XI/2013: Sri Juari Santoso dan Kanjeng Pangeran Winarno Kusumo

Para pemohon Perkara Nomor 73/PUU-XI/2013: Boyamin didampingi kuasa hukum Kurniawan Adi Nugroho

Wakil Pemerintah: Radita Aji

Ringkasan jalannya persidangan:
Ketua sidang membuka sidang pada pukul 14.14. Ketua mengecek kehadiran pemohon 63, 73, Pemerintah dan DPR. Ketua menjelaskan agenda sidang untuk memeriksa saksi pemohon 63 dan mendengarkan keterangan Pemerintah dan DPR untuk pemohon 73.

Wakil pemerintah menyampaikan bahwa keterangan pemerintah sama seperti yang pertama pada saat pemohon 63 dan akan menyampaikan keterangan tertulis secara terpisah. Saksi yang diajukan oleh pemohon 63 berjumlah dua orang yaitu Sri Juari dan Kanjeng Pangeran Winarno (Markus Winarno). Setelah diambil sumpahnya kedua saksi menyampaikan kesaksiannya. Kesaksian pertama disampaikan oleh Sri Juari Santosa dalam kapasitasnya selaku anak dari Sekretaris Sri Susuhunan Pakubuwono XII, KPH Wirodiningrat. Kesaksian terutama berasal dari arsip-arsip ayah saksi. Kesaksian kedua disampaikan oleh KP Winarno Kusumo. Kesaksian terutama berasal dari yang diketahuinya.

Pemohon 63, Pemerintah dan hakim Mahkamah menganggap bahwa keterangan saksi yang diajukan dirasa cukup. Kuasa hukum pemohon 63 tidak lagi mengajukan ahli dan saksi. Ketua sidang menunda persidangan sampai pada 11 September 2013 untuk mendengarkan keterangan saksi dan/atau ahli pemohon 73 dan mendengarkan keterangan pihak terkait dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Ketua sidang menutup sidang pukul 14.45.




Persidangan VI
Acara:
Mendengarkan keterangan pihak terkait, ahli/saksi pemohon serta pemerintah (VI) dan [bagi Perkara 73/PUU-XI/2013] (IV)

Waktu:
Rabu, 11 September 2013, pukul 10.45 – 11.20 WIB.

Tempat:
Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi , Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat.

Majelis Hakim:
M. Akil Mochtar (Ketua), Hamdan Zoelva (Anggota), Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota), Muhammad Alim (Anggota), Anwar Usman (Anggota), Arief Hidayat (Anggota), Harjono (Anggota), Maria Farida Indrati (Anggota), dan  Patrialis Akbar (Anggota).

Panitera:
  • Dewi Nurul Savitri (Panitera Pengganti [untuk Perkara 63/PUU-XI/2013]), dan 
  • Achmad Edi Subiyanto (Panitera Pengganti [untuk Perkara 73/PUU-XI/2013]).

Pihak yang Hadir:
Para pemohon Perkara Nomor 63/PUU-XI/2013: K.P. Eddy S. Wirabhumi didampingi kuasa hukum Zairin Harahap, Ahmad Khairun, M. Arif Setiawan, dan Abdul Jamil.

Para pemohon Perkara Nomor 73/PUU-XI/2013: Boyamin didampingi kuasa hukum Kurniawan Adi Nugroho.

Para saksi Perkara Nomor 73/PUU-XI/2013: Sunardi dan Soeprapto Dipo Suyono

Wakil Pemerintah: Dr. Mualimin Abdi, Erma Wahyuni, Prof. Dr. Zudan Arif Fakhrulloh, Wahyu Chandra, Tri Rahmanto, dan Erik Aditiyansyah, sebagai kuasa Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Dalam Negeri selaku pemegang kuasa Presiden Republik Indonesia.

Pihak Terkait: Setyoko, Kartika Budiya, Dwi Narini, Tri Harso, Wahyu sebagai wakil dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dari biro hukum, biro tata pemerintahan, dan biro otonomi daerah.

Ringkasan jalannya persidangan:
Ketua membuka sidang pada pukul 10.45. Kuasa hukum pemohon 63 memperkenalkan diri dan pemohon. Kuasa hukum 73 memperkenalkan diri dan pemohon. Wakil Pemerintah memperkenalkan diri. Wakil pihak terkait Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memperkenalkan diri.

Setyoko selaku wakil Pemerintah Provinsi Jawa Tengah membacakan keterangan pihak terkait di hadapan sidang Mahkamah. Pertama, wilayah Daerah Istimewa Surakarta terdiri dari Kasunanan dan Mangkunegaran. Ketiga [sic!], wilayah karesidenan Surakarta telah menjadi daerah otonom. Keempat [sic!], Keraton Kasunanan mustahil menjadi Daerah Istimewa Surakarta berhubung dengan kondisi terakhir. Kelima [sic!], pembiayaan keraton harus dibantu pemerintah provinsi dan pemerintah kota. Keenam [sic!], melaporkan besaran bantuan pemerintah provinsi kepada keraton Kasunanan dan puro Mangkunegaran.

Saksi pemohon 73, Sunardi, memberi keterangan. Sunardi merupakan pengelola tanah pamijen keraton secara turun temurun.Pada pokoknya saksi Sunardi menceritakan keadaannya yang harus berkonlik dengan beberapa pihak dan ada yang sampai harus berurusan dengan pengadilan sebagai akibat dari pekerjaannya menjadi pengelola tanah pamijen keraton.

Saksi pemohon 73, Soeprapto Dipo Suyono, memberikan keterangan berikutnya. Soeprapto merupakan abdi dalem keraton Surakarta di daerah pantura, wilayah tradisional kasunanan Surakarta. Pada pokoknya saksi Soeprapto menyampaikan “perampasan” hak-hak pengelolaan keraton Surakarta atas pengelolaan beberapa situs maupun kawasan hutan.

Setelah dianggap cukup ketua sidang meminta pada para pemohon 63 dan 73, Pemerintah, dan DPR untuk menyampaikan kesimpulan paling lambat hari rabu, 18 september 2013 pukul 14.00 WIB. Ketua mneyatakan sidang perkara 63 dan 73 selesai. Ketua menutup sidang pada pukul 11.20.

Putusan
Putusan perkara nomor 63/PUU-XI/2013 diambil secara bulat tanpa adanya pendapat berbeda maupun alas an berbeda dalam Rapat Permusyawaratan Hakim pada hari senin 3 Februari 2014 oleh Majelis Hakim Konstitusi: Hamdan Zoelva (Ketua merangkap Anggota), Arief Hidayat (Anggota), Maria Farida Indrati (Anggota), Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota), Muhammad Alim (Anggota), Harjono (Anggota), Anwar Usman (Anggota), dan Patrialis Akbar (Anggota).

Sidang pembacaan putusan Perkara Nomor 63/PUU-XI/2013 dilaksanakan pada hari kamis 27 Maret 2014 bertempat di Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi , Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat. Putusan diucapkan/dibacakan oleh Majelis Hakim Konstitusi yaitu Hamdan Zoelva (Ketua merangkap Anggota), Arief Hidayat (Anggota), Maria Farida Indrati (Anggota), Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota), Muhammad Alim (Anggota), Anwar Usman (Anggota), Patrialis Akbar (Anggota), Aswanto (Anggota), dan Wahiduddun Adams (Anggota), dengan didampingi panitera pengganti Dewi Nurul Savitri. Putusan selesai diucapkan pada pukul 16.00.

Sidang pembacaan putusan dihadiri oleh para pemohon dan/atau kuasanya, Pemerintah atau yang mewakili, Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, dan Pihak terkait Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Ringkasan Putusan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia [1.1] yang mengadili perkara konstitusi dan seterusnya.
[2] Duduk perkara dan seterusnya.
[3] Pertimbangan hukum dan seterusnya.

[4] Konklusi:
Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, Pokok permohonan para tidak dipertimbangkan.

[5] Amar putusan:
Permohonan para pemohon tidak dapat diterima.

Putusan diputuskan pada rapat permusyawaratan hakim pada hari senin 3 Februari 2014.
Putusan dibacakan pada sidang pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada Kamis, 27 Maret 2014, selesai diucapkan pukul 16.00.

Sumber
  1. Risalah sidang I tertanggal 26 Juni 2013 tertanda Ka. Subbag Risalah Rudy Heryanto.
  2. Risalah sidang II tertanggal 10 Juli 2013 tertanda Ka. Subbag Risalah Rudy Heryanto.
  3. Risalah sidang III tertanggal 30 Juli 2013 tertanda Ka. Subbag Risalah Rudy Heryanto.
  4. Risalah sidang IV tertanggal 19 Agustus 2013 tertanda Ka. Subbag Risalah Rudy Heryanto.
  5. Risalah sidang V (pemohon 63) dan III (pemohon 73) tertanggal 3 September 2013 tertanda Ka. Subbag Risalah Rudy Heryanto.
  6. Risalah sidang VI (pemohon 63) dan IV (pemohon 73) tertanggal 11 September 2013 tertanda Ka. Subbag Risalah Rudy Heryanto.
  7. Putusan Nomor 63/PUU-XI/2013.

Epilog
Menurut ketentuan dalam Pasal 60 ayat (1) dan (2) UU MK dan perubahannya, Pasal  42 ayat (1) dan (2) PMK Nomor 06/PMK/2005, dan yurisprudensi putusan mahkamah nomor 108/PUU-XI/2013 maka perkara tidak dapat diajukan lagi sepanjang materi muatan dalam UUD 1945 masih sama. Dengan kata lain permohonan pengujian UU [negara bagian RI-Yogyakarta] nomor 10 tahun 1950 hanya dapat dilakukan kembali jika syarat-syarat konstitusionalitas yang menjadi alasan permohonan yang bersangkutan berbeda. Dan mahkamah hanya akan mempertimbangkan dasar pengujian yang berbeda saja.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar