Pencarian

Selasa, 21 Agustus 2012

Dekrit Kerajaan 10 Mei 2012: sebuah komentar

Kamis, 10 Mei 2012 pukul 14.30 WIB, Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalogo Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sedoso berkenan untuk menyampaikan dekrit kerajaan di Bangsal Kencana, Keraton Yogyakarta. Walau singkat dan hanya dihadiri oleh abdidalem serta awak media, acara tersebut merupakan suatu tonggak sejarah yang penting. Untuk pertama kalinya sejak 30 Oktober 1945 Sultan Yogyakarta dan Pangeran Paku Alam mengeluarkan dekrit kerajaan yang memberi haluan jalannya monarki Yogyakarta.
Secara teks, dekrit yang dikenal dengan Sabdatama tersebut, memang pendek. Namun memiliki arti yang sangat besar, antara lain:
  1. Dekrit tersebut dikeluarkan pada saat nasib RUU Keistimewaan Yogyakarta mengalami dead lock. Pemerintah dan partai koalisinya menghendaki pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, sementara aspirasi sebagaian rakyat Yogyakarta yang terdengar keras menghendaki penetapan Sultan yang bertahta menjadi Gubernur dan Paku Alam yang bertahta menjadi Wakil Gubernur. Sejak tahun 2007 tersirat Jakarta menginginkan sikap resmi dari monarki Yogyakarta bukan hanya sindiran-sindiran khas orang Jawa. Dalam prespektif masyarakat Jawa, sebuah sindiran dapat berarti permintaan, larangan, bahkan sebuah perintah. Hal inilah yang kurang direspon pusat.
  2. Dekrit tersebut merupakan dukungan atas utuhnya Kepangeranan Paku Alaman yang memiliki Pangeran ganda. Seperti telah diketahui sebelumnya, upaya rekonsiliasi kerabat kepangeranan Paku Alaman sejak mangkatnya Pangeran Paku Alam VIII belum tuntas. Ini menyebabkan Pangeran Angling Kusumo diangkat menjadi Pangeran Adipati Paku Alam IX oleh sekelompok masyarakat di sebuah pantai di wilayah Kabupaten Kulon Progo yang secara tradisional merupakan wilayah Kepangeranan Paku Alaman disamping Pangeran Ambar Kusumo yang telah ditahtakan secara resmi pada 1999 sebagai Pageran Adipati Paku Alam IX.
  3. Dekrit tersebut merupakan deklarasi peneguhan dari monarki persatuan yang dibentuk pada 30 Oktober 1945 dan kemudian diwujudkan melalui Maklumat 18 yang tanda tangani oleh Sultan Hamengku Buwono IX dan Pangeran Adipati Paku Alam VIII pada 18 Mei 1946. Dengan adanya dekrit persatuan tersebut maka hanya ada satu monarki bersama di Yogyakarta dengan nama Mataram.
  4. Dekrit tersebut dapat diartikan sebagai sebuah proklamasi bahwa Mataram adalah negara merdeka yang memiliki peraturan perundang-undangan dan atta pemerintahan sendiri. Inilah yang sebenarnya tidak perlu terjadi jika Jakarta mampu menangkap sinyal Yogyakarta dengan baik.
Apabila ditilik lebih lanjut dekrit tersebut dapat dibagi menjadi enam kelompok/paragraf. Berikutnya akan diberikan komentar untuk masing masing bagian dari dekrit itu.
  1. Ingsun Kang Jumeneng Nata Mataran medarake Sabda:  Komentar: Sabdatama 2012 ini berbeda dengan Amanat 5 September 1945 dan Amanat 30 Oktober 1945. Dua amanat (baca dekrit kerajaan) yang dikeluarkan lebih dari 50 tahun lalu menggunakan bahasa Indonesia, sementara Sabdatama menggunakan bahasa Jawa. Ini dapat ditafsirkan sebagai bentuk independensi Yogyakarta sebagai sebuah entitas budaya maupun [suku] bangsa. Hal yang menjadi perhatian berikutnya adalah penyebutan diri Sultan. Dalam amanat terdahulu disebutkan dengan jelas nama kebesaran Hamengku Buwono dari Negara Yogyakarta. Dalam Sabdatama saat ini digunakan istilah Penguasa Mataram. Ini merupakan sebuah pilihan yang cerdik karena menunjukkan bahwa Yogyakarta merupakan kelanjutan Mataram yang tidak terikat dengan perjanjian manapun termasuk perjanian Giyanti 1755 dan perjanjian Surakarta 1749. Implikasi dari pernyataan ini adalah sebuah independensi Yogyakarta. Sebab beberapa pihak menyakatan bahwa Yogyakarta harus tunduk pada perjanjian Giyanti yang menyatakan bahwa kedaulatan telah diserahkan kepada Pusat. Terserah pada pusat mau menghapus atau melestarikan Yogyakarta.
  2. Dene Kraton Ngayogyakarta saha Kadipaten Paku Alaman iku, loro-loroning atunggal. Komentar: Kalimat ini merupakan penjelas bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kepangeranan Paku Alaman merupakan sebuah monarki bersama (Bandingkan dengan hubungan Kerajaan Inggris dan Kepangeranan Wales dalam Imperium Britania Raya). Yang menjadi tanda tanya besar adalah digunakannya istilah Kraton Ngayogyakarta bukan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sedangkan disisi lain digunakan istilah Kadipaten Paku Alaman. Lazimnya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat disandingkan dengan Kadipaten Paku Alaman. Dan Kraton Ngayogyakarta disandingkan dengan Puro Paku Alaman. Kasultanan dan Kadipaten merupakan entitas negara sedangkan Kraton dan Puro merupakan lembaga Istana Kerajaan (Imperial House).
  3. Kaya kang dikersaake lan dikaperangake, Mataram ngesuhi Nuswantara, nyengkuyung jejeging negara, nanging tetep ngagem paugeran lan tata kaprajane dewe. Komentar: bagian ini memberi penegasan mengenai keputusan mendiang Sultan Hamengku Buwono IX dan Pangeran Adipati Paku Alam VIII pada 5 September 1945 untuk bergabung dengan Indonesia secara resmi dengan syarat memiliki otonomi khusus. Otonomi itu antara lain adalah penetapan penguasa yang bertahta sebagai pimpinan formal dan hubungan langsung antara Yogyakarta dengan Presiden Indonesia (tidak ada pejabat vertikal lain diantara keduanya). Yang cukup menarik disini adalah penggunaan kata Nusantara (Jawa: Nuswantara), sebuah kosa kata georafis yang cukup tua, yang batas-batasnya melampaui batas negara Indonesia modern. Selain itu tidak menggunakan “Ngayogyakarta” namun memilih proper nameMataram”. Ini menunjukkan hubungan tua antara Kerajaan Mataram sebagai bagian dari Kepulauan Nusantara.  Implikasinya Yogyakarta menghendaki hubungannya dengan Indonesia didasarkan atas keputusan yang paling awal, yang sering disebut dengan istilah Ijab-Qobul antara Soekarno pada 19 Agustus 1945 yang dijawab oleh kedua Penguasa Monarki di Yogyakarta pada 5 September 1945.
  4. Kang mangkana iku kaya kang dikersaake, Sultan Hamengku Buwono sarta Adipati Paku Alam kang jumeneng, katetepake jejering Gubernur lan Wakil Gubernur. Komentar: Setelah melalui uraian yang panjang bagian keempat ini merupakan bagian inti dari Sabdatama itu sendiri. Secara resmi penguasa Mataram menginginkan bahwa para Sultan Hamengku Buwono yang bertahta ditetapkan sebagai Gubernur Daerah Istimewa dan para Pangeran Adipati Paku Alam yang bertahta ditetapkan sebagai Wakil Gubernur Daerah Daerah Istimewa.
  5. Ngayogyakarta, Suryo kaping 10 Mei 2012. Komentar: Berbeda dengan kedua amanat yang ditetapkan pada 1945 yang menggunakan kalender Jawa dan kalender Gregorian, Sabdatama hanya mencantumkan penggunaan sistem kalender Gregorian.
  6. Sri Sultan Hamengku Buwono X. Komentar: Penyebutan “Sri Sultan” sebenarnya merupakan hal yang janggal. Biasanya disebutkan nama diri saja contoh: “Hamengku Buwono X”. Jika ingin menyebut gelaran kebangsawanan biasanya menggunakan gelar lengkap sebagaimana tercantum dalam pembukaan komentar ini atau cukup dengan gelar “Sultan” sebagai sebuah bentuk singkat.
Demikian sekelumit komentar atas Sabdatama yang telah dikeluarkan oleh “Kang Jumeneng Nata Mataram” (Beliau yang Bertahta di Mataram). Hanya saja komentar ini terlambat untuk diunggah karena berbagai kondisi yang tidak diinginkan. Namun demikian kita dapat mengetahui hasilnya, bahwa Jakarta terpaksa “tunduk” pada sebagian keinginan Yogyakarta. Dan kabarnya, dari Yogya, perkembangan pembahasan UU Keistimewaan Yogyakarta masuk dalam tahap finalisasi setelah Pemerintah menyetujui penetapan dalam 5 tahun sekali.

Sabdatama


Praja Cihna 
(lambang Kesultanan Yogyakarta, gambar dari Wikipedia)



Sabdatama


Ingsun Kang Jumeneng Nata Mataran medarake Sabda: 
Dene Kraton Ngayogyakarta saha Kadipaten Paku Alaman iku, loro-loroning atunggal.
Kaya kang dikersaake lan dikaperangake, Mataram ngesuhi Nuswantara, nyengkuyung jejeging negara, nanging tetep ngagem paugeran lan tata kaprajane dewe.
Kang mangkana iku kaya kang dikersaake, Sultan Hamengku Buwono sarta Adipati Paku Alam kang jumeneng, katetepake jejering Gubernur lan Wakil Gubernur. 

Ngayogyakarta, Suryo kaping 10 Mei 2012 

Sri Sultan Hamengku Buwono X 
# Teks asli versi situs resmi Pemprov DI Yogyakarta [www.pemda-diy.go.id]


Terjemah Bebas



Dekrit Kerajaan  

Saya yang bertahta menjadi raja di negara Mataram mengeluarkan dekrit:

Bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kepangeranan Pakualaman, kedua-duanya merupakan satu negara.

Mataram adalah negara yang merdeka [alternatif: daerah otonomi khusus/negara bagian/negara dependen/wilayah dependensi] dan mempunyai peraturan perundang-undangan dan sistem pemerintahan tersendiri.

Sebagaimana yang telah dikehendaki dan diperkenankan oleh penguasa terdahulu, Mataram berintegrasi dengan Indonesia,  mendukung berdirinya negara kesatuan namun tetap menggunakan peraturan perundang-undangan dan sistem pemerintahannya sendiri.


Demikianlah sebagaimana  yang dikehendaki secara resmi, para Sultan Hamengku Buwono serta para Pangeran Adipati Paku Alam yang bertahta, ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa

Yogyakarta, hari ke-10 bulan Mei tahun 2012

Sri Sultan Hamengku Buwono X