Pencarian

Minggu, 20 Maret 2011

UU KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA: SEBUAH ASPIRASI#2of4

Seri Merumuskan [Kembali] Keistimewaan
# UU KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA: SEBUAH ASPIRASI

WADJIB DIBATJA !
tulisan ini bukanlah versi resmi dari pemerintah, dpr, pemprov diy, keraton, maupun puro paku alaman. tulisan ini juga tidak ada kaitannya dengan dukung mendukung salah satu fihak yang sedang berbeda pendapat mengenai keistimewaan yogyakarta. ini hanyalah suatu sumbangan pemikiran kepada saudara kita yang ada di yogyakarta yang semoga tetap berada dalam bingkai mutiara nkri. semoga tulisan ini dapat memberikan secercah cahaya di antara berbagai pencerahan yang sudah terang benderang. dan kiranya tulisan ini tidak menjadi polemik. bagi siapa saja yang kurang atau tidak sependapat penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. bagi siapa saja yang sependapat penulis ucapkan apresiasi setinggi-tingginya. viva indonesia! jogja istimewa!




POKOK-POKOK KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA


Pengantar:
Dinamika aspirasi di Yogyakarta terus berkembang di penghujung tahun 2010. Statemen Presiden Indonesia mengenai keistimewaan Yogyakarta pada Desember 2010 mengundang reaksi bagi sebagian masyarakat Yogyakarta yang baru saja menghadapi erupsi Merapi yang baru reda di akhir November 2010. Aksi-aksi pun bermunculan yang menguat dan mengerucut pada bentuk penetapan Sultan dan Paku Alam yang bertahta menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Sumbangan pemikiran mengenai bentuk pemerintahan Yogyakarta yang hampir selesai dan sedianya akan di-up-load menjadi mentah lagi. Mengingat kesibukan, maka hanya pokok-pokok keistimewaan Yogyakarta saja yang dapat ditulis pada artikel kali ini. Mungkin akan banyak ditemukan bagian yang terpotong-potong dan tidak memiliki sambungan maupun tidak lengkap karena hanya sebagian saja yang diambil.






BAGIAN KEDUA DARI EMPAT BAGIAN




ARTIKEL VI
TENTANG KERATON YOGYAKARTA DAN PURO PAKU ALAMAN


PARAGRAF 1
Keraton Yogyakarta

  1. Keraton Yogyakarta adalah penerus satu-satunya Negara Kesultanan Yogyakarta (Nagari Kasultanan Ngayogyakarta) yang telah bergabung dengan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1945, dipimpin oleh seorang Sri Sultan.
  2. Keraton Yogyakarta berkedudukan sebagai salah satu lembaga daerah istimewa yang tidak menyelenggarakan pemerintahan dan simbol kultural rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta.
  3. Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Khalifatullah, yang selanjutnya disebut Sri Sultan, adalah penerus keluarga Hamengku Buwana sebagai kepala Keraton Yogyakarta.
  4. Sri Sultan ditahtakan secara langsung oleh Presiden Republik Indonesia dari calon Sri Sultan yang memenuhi persyaratan secara sah, dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Daerah Istimewa Yogyakarta.
  5. Calon Sri Sultan haruslah anak kandung laki-laki atau cucu kandung laki-laki dari Sri Sultan terdahulu dari pernikahan yang sah; WNI sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri; beragama Islam sejak kelahirannya dan tidak pernah berganti agama serta taat dalam menjalankan syariat Islam; tidak pernah menghianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Sri Sultan.
  6. Syarat-syarat untuk menjadi Sri Sultan berikutnya diatur lebih lanjut dengan Perdaista yang disusun berdasarkan kodifikasi yang disusun oleh Sri Sultan yang sedang bertahta sesuai dengan adat dan kebiasaan Keraton Yogyakarta dan dengan memperhatikan Undang-undang Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta.
  7. Sri Sultan memasuki masa pensiun pada usia 70 tahun.
  8. Sri Sultan dapat dimakzulkan dari tahtanya oleh Presiden Republik Indonesia baik apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, melakukan tindakan pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; maupun apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagai Sri Sultan.
  9. Apabila Sri Sultan tidak dapat melaksanakan tugas sebagai kepala Keraton Yogyakarta, Presiden menunjuk seorang Wali dari kerabat Keraton Yogyakarta untuk melaksanakan tugas kepala Keraton Yogyakarta sampai Sri Sultan dapat bertugas kembali atau diangkat Sri Sultan yang baru.
  10. Urusan internal Keraton Yogyakarta lebih lanjut diserahkan kepada Keraton Yogyakarta untuk diatur lebih lanjut dengan peraturan internal yang hanya mengikat bagi kerabat Keraton Yogyakarta dan abdidalem Keraton Yogyakarta.

PARAGRAF 2
Puro Paku Alaman

  1. Puro Paku Alaman adalah penerus satu-satunya Negara Paku Alaman (Kadipaten Paku Alaman) yang telah bergabung dengan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1945, dipimpin oleh seorang Sri Paku Alam.
  2. Puro Paku Alaman berkedudukan sebagai salah satu lembaga daerah istimewa yang tidak menyelenggarakan pemerintahan dan simbol kultural rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta.
  3. Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam, yang selanjutnya disebut Sri Paku Alam, adalah penerus keluarga Paku Alam sebagai kepala Puro Paku Alaman.
  4. Sri Paku Alam ditahtakan secara langsung oleh Presiden Republik Indonesia dari calon Sri Paku Alam yang memenuhi persyaratan secara sah, dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Daerah Istimewa Yogyakarta.
  5. Calon Sri Paku Alam haruslah anak kandung laki-laki atau cucu kandung laki-laki dari Sri Paku Alam terdahulu dari pernikahan yang sah; WNI sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri; beragama Islam sejak kelahirannya dan tidak pernah berganti agama serta taat dalam menjalankan syariat Islam; tidak pernah menghianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Sri Paku Alam.
  6. Syarat-syarat untuk menjadi Sri Paku Alam berikutnya diatur lebih lanjut dengan Perdaista yang disusun berdasarkan kodifikasi yang disusun oleh Sri Paku Alam yang sedang bertahta sesuai dengan adat dan kebiasaan Puro Paku Alaman dan dengan memperhatikan Undang-undang Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta.
  7. Sri Paku Alam memasuki masa pensiun pada usia 70 tahun.
  8. Sri Paku Alam dapat dimakzulkan dari tahtanya oleh Presiden Republik Indonesia baik apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, melakukan tindakan pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; maupun apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagai Sri Paku Alam.
  9. Apabila Sri Paku Alam tidak dapat melaksanakan tugas sebagai kepala Puro Paku Alaman, Presiden menunjuk seorang Wali dari kerabat Puro Paku Alaman untuk melaksanakan tugas kepala Puro Paku Alaman sampai Sri Paku Alam dapat bertugas kembali atau diangkat Sri Paku Alam yang baru.
  10. Urusan internal Puro Paku Alaman lebih lanjut diserahkan kepada Puro Paku Alaman untuk diatur lebih lanjut dengan peraturan internal yang hanya mengikat bagi kerabat Puro Paku Alaman dan abdidalem Puro Paku Alaman.

PARAGRAF 3
Sistem Kebangsawanan

  1. Sistem kebangsawanan merupakan warisan kultural yang masih hidup dan dipelihara oleh Keraton Yogyakarta dan Puro Paku Alaman.
  2. Sistem kebangsawanan Keraton Yogyakarta dan Puro Paku Alaman hanya berlaku bagi kerabat dan abdidalem  dalam kegiatan internal Keraton Yogyakarta dan Puro Paku Alaman.
  3. Keraton Yogyakarta dan/atau Puro Paku Alaman dapat memberikan gelar kebangsawanan tituler yang tidak diwariskan kepada pejabat negara maupun pegawai negeri pusat/daerah yang menduduki jabatan tertentu karena jabatannya dan bertugas di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
  4. Keraton Yogyakarta dan/atau Puro Paku Alaman dapat memberikan gelar kebangsawanan tituler yang tidak diwariskan kepada WNI maupun WNA yang berjasa terhadap Keraton Yogyakarta dan/atau Puro Paku Alaman.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem kebangsawanan diatur lebih lanjut menurut aturan internal Keraton Yogyakarta atau Puro Paku Alaman; dan hanya mengikat Keraton Yogyakarta atau Puro Paku Alaman serta orang yang menerima gelar kebangsawanan tituler yang tidak diwariskan dari Keraton Yogyakarta atau Puro Paku Alaman.

ARTIKEL VII
TENTANG WAKIL PEMERINTAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

  1. Sri Sultan dan Sri Paku Alam karena kedudukannya diangkat menjadi wakil pemerintah pusat di Daerah Istimewa Yogyakarta.
  2. Wakil pemerintah pusat di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki tugas, wewenang, hak, dan kewajiban sebagaimana wakil pemerintah pusat di daerah lainnya.
  3. Wakil pemerintah pusat di Daerah Istimewa Yogyakarta tunduk pada peraturan perundang-undangan yang mengatur wakil pemerintah pusat di daerah dan bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia.
  4. Apabila Sri Sultan dan Sri Paku Alam secara bersama-sama tidak dapat melaksanakan tugas sebagai wakil pemerintah pusat di Daerah Istimewa Yogyakarta, Presiden Republik Indonesia menunjuk Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta untuk melaksanakan tugas Wakil pemerintah pusat di Daerah Istimewa Yogyakarta.

ARTIKEL VIII
TENTANG PERATURAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PERATURAN KEPALA DAN WAKIL KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

  1. Peraturan Daerah  Istimewa Yogyakarta, yang selanjutnya disebut Perdaista, adalah peraturan perundang-undangan setingkat peraturan daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Daerah  Istimewa Yogyakarta.
  2. Perdaista dibentuk menurut ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah kecuali ditentukan lain dengan Undang-undang Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta.
  3. Perdaista ditanda tangani oleh Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta serta Ketua dan Wakil Ketua Dewan Daerah Istimewa Yogyakarta .
  4. Khusus mengenai Perdaista yang mengatur syarat-syarat calon Sri Sultan atau calon Sri Paku Alam dibentuk dengan cara: (a). Sri Sultan atau Sri Paku Alam yang bertahta mengajukan kodifikasi sebagai rancangan Perdaista; (b). Dewan Daerah Istimewa Yogyakarta  hanya berwenang memberikan pertimbangan atas kodifikasi tersebut; (c). Dewan Daerah Istimewa Yogyakarta meneruskan rancangan Perdaista tersebut yang telah diberi pertimbangan kepada Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta untuk disahkan dan diundangkan sebagai Perdaista.
  5. Khusus mengenai Perdaista yang mengatur mengenai Sultanaat Grond atau Paku Alamanaat Grond dibentuk dengan cara: (a). Keraton Yogyakarta atau Puro Paku Alaman mengajukan rancangan usul Perdaista kepada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta; (b) Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mengajukan rancangan Perdaista mengenai Sultanaat Grond atau Paku Alamanaat Grond kepada Dewan Daerah Istimewa Yogyakarta untuk dibahas guna mencapai persetujuan bersama; (c). Keraton Yogyakarta atau Puro Paku Alaman dilibatkan secara aktif dalam setiap tahap pembahasan guna mencapai persetujuan bersama; (d) Rancangan Perdaista mengenai Sultanaat Grond yang telah mendapat persetujuan bersama antara Dewan Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Keraton Yogyakarta disahkan Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi Perdaista mengenai Sultanaat Grond; (e) Rancangan Perdaista mengenai Paku Alamanaat Grond yang telah mendapat persetujuan bersama antara Dewan Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Puro Paku Alaman disahkan Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi Perdaista mengenai Paku Alamanaat Grond;
  6. Peraturan Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk menurut ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah dan Perdaista.

ARTIKEL IX
TENTANG PERATURAN KABUPATEN/KOTA DAN PERATURAN BUPATI/WALIKOTA

  1. Peraturan Kabupaten/Kota dibentuk menurut ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah kecuali ditentukan lain dengan Perdaista.
  2. Peraturan Bupati/Walikota dibentuk menurut ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah kecuali ditentukan lain dengan Perdaista.

Bersambung ke bagian tiga


Seri merumuskan [kembali] keistimewaan ini disusun tidak mengikuti kronologi sejarah yang maju secara perlahan ataupun pembahasan secara akademis yang sistematis dan sampai pada sebuah simpulan sebagai puncaknya; namun lebih didasarkan dengan semakin mendesaknya penyusunan UU mengenai DIY oleh DPR dan Pemerintah. Jadi tulisan yang disajikan mengikuti kebutuhan akan aliran zaman; dimana dipandang mendesak untuk diangkat, tulisan itu dibuat dan diunggah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar