Pencarian

Senin, 13 September 2010

Komentar atas Dekrit Kedudukan Penguasa Yogyakarta

Teks(#): 
Piagam(1) Kedudukan Sri Paduka Ingkeng Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono IX(2)

Kami, Presiden Republik Indonesia,(3) menetapkan:(4)

Ingkeng Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sayidin Panotogomo, Kalifatullah Ingkang Kaping IX Ing Ngayogyakarta Hadiningrat(5), pada kedudukannya(6),

Dengan kepercayaan bahwa(7) Sri Paduka Kangjeng Sultan akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan raga, untuk keselamatan Daerah Yogyakarta(8)(9) sebagai bagian daripada Republik Indonesia (10).


Jakarta, 19 Agustus 1945(11)

Presiden Republik Indonesia(12)

Ir. Sukarno

=================================================================
Komentar:

(#) Teks yang digunakan adalah teks asli dengan penyesuaian EYD.

(1) Piagam disini dapat diartikan suatu pernyataan resmi maupun perjanjian. Lebih jauh, piagam pada jaman dulu memiliki kekuatan yang hukum mengikat bagi pihak yang memberi dan pihak yang diberi.

(2) Kedudukan disini dapat diartikan jabatan, kekuasaan, maupun kewenangan yang dimiliki oleh Sultan Yogyakarta pada saat itu (Sultan HB IX). Lebih jauh dapat diartikan pula dengan jabatan, kekuasaan, maupun kewenangan yang dimiliki oleh Sultan Yogyakarta secara umum (tidak terikat pada Sultan yang diberi piagam, namun juga sultan-sultan yang menggantikannya).

(3) Rumusan anak kalimat ini menunjukkan pemberi piagam dan jabatan yang disandangnya.

(4) Kata ini menjadi tanda suatu diktum yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

(5) Ingkang Sinuwun ... Hadingrat, merupakan nama gelar Sultan Yogyakarta. Nama gelar ini disebutkan secara utuh. Lebih jauh dapat diartikan sebagai pengakuan dan penghormatan kepada Sultan Yogyakarta yang menjadi penguasa (kepala negara dan pemerintahan) Negara Yogyakarta. Hal ini menunjukkan pula pengakuan dari Presiden Indonesia terhadap eksistensi Yogyakarta sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum dalam tingkatan negara.

(6) Kedudukan yang dimaksud dapat diartikan sebagai kedudukan Sultan Yogyakarta pada masa itu yaitu sebagai kepala negara dan pemerintahan. Lebih jauh kedudukan ini dapat diartikan sebagai sesuatu yang diwariskan kepada sultan-sultan yang menggantikannya.

(7) Pengakuan dan penetapan Sultan Yogyakarta tetap memegang jabatan, kekuasaan dan kewenangannya seperti sediakala tentunya tidak gratis melainkan dengan suatu syarat yang akan disebutkan.

(8) Inilah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Sultan Yogyakarta sebagai kompensasi atas pengakuan yang diberikan oleh Presiden Indonesia.

(9) Daerah Yogyakarta bukan Negara Yogyakarta, penyebutan ini merupakan salah satu syarat yang "terberat" yang diberikan oleh Presiden Indonesia. Lebih jauh dapat diartikan sebagai isyarat penurunan status Yogyakarta dari "dependency state" menjadi "department/territory".

(10) Ini adalah konsekuensi yang harus diberikan oleh Negara Indonesia bagi negara bawahan yang ikut bergabung. Berdasar pasal 1 ayat 1 UUD yang baru disahkan sehari sebelumnya Indonesia adalah negara kesatuan dimana di dalamnya tidak ada negara bawahan (dependency state) namun hanya daerah (department/territory). Di kemudian hari penurunan status negara menjadi daerah membawa sebuah permasalahan yang rumut, sulit, dan berlarut-larut.

(11) Tanggal 19 Agustus 1945 merupakan tanggal dikeluarkannya pernyataan presiden.

(12) Presiden Indonesia adalah jabatan yang membuat komitmen/pernyataan. Saat itu kekuasaan Presiden Indonesia adalah absolut. Berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan Presiden juga memegang kekuasaan DPR dan MPR. Dengan demikian dapat diartikan lebih jauh bahwa pernyataan (piagam) ini dapat dipandang berkedudukan sebagai  Peraturan Pemerintah (kekuasaan Presiden) atau Undang-Undang (kekuasaan DPR) bahkan sebagai Amandemen pasal 18 UUD yang baru saja disahkan (kekuasaan MPR).

1 komentar: