Pencarian

Minggu, 03 Oktober 2010

Presidential-Royal Statement 1945

Seri Merumuskan [Kembali] Keistimewaan:
#1 Presidential-Royal Statement 1945


Pernyataan Presiden Indonesia dan Pernyataan Kerajaan-kerajaan di Yogyakarta di tahun 1945: suatu penafsiran [ulang].

Pendahuluan
Dalam membentuk dan mempertahankan eksistensinya (keberadaannya) Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki beberapa tonggak-tonggak penting. Dan di antaranya adalah dokumen yang berisi pernyataan dari Negara Indonesia di satu pihak dan Negara Kesultanan Yogyakarta serta Negara Kepangeranan Paku Alaman pihak yang lain.

Dari negara Indonesia yang baru saja diproklamasikan, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan sebuah pernyataan yang ditujukan kepada kepala-kepala negara bawahan di Jawa termasuk Sultan Yogyakarta dan Pangeran Paku Alam (pernyataan serupa juga ditujukan kepada Susuhunan [kaisar] Surakarta dan Pangeran Mangku Negara). Pernyataan Presiden Indonesia ini kemudian dikenal dengan nama Piagam Kedudukan dan tertanggal 19 Agustus 1945. Dokumen pernyataan ini baru diserahkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 6 Spetember 1945 kepada kepala negara-negara di Yogyakarta.

Pernyataan berikutnya adalah pernyataan dari penguasa-penguasa negara monarki di Jawa, khususnya, dalam artikel ini, pernyataan yang terpisah dari Sultan Yogyakarta dan Pangeran Paku Alam. Dua pernyataan, masing-masing dari Sultan Yogyakarta dan Pangeran Paku Alam, kemudian dikenal dengan nama Amanat 5 September 1945 tertanggal 5 September 1945; (pernyataan serupa dari Kaisar Surakarta dan Pangeran Mangku Negara telah dikeluarkan lebih dulu pada 1 September 1945).

Dalam artikel ini, digunakan kata “pernyataan” atau yang dalam bahasa asingnya disebut dengan “Statement”. Kata ini dipinjam dari suatu peristiwa yang amat bersejarah bagi Negara Indonesia dan hampir-hampir negara ini terbelah menjadi dua (antara pemerintah tertawan di Bangka dan pemerintah darurat di Sumatera Tengah). Pernyataan yang dimaksud adalah “Roem-Royen Statement” yang dibuat oleh Pemerintah tertawan Indonesia (Mr. Moh Roem) dan Pemerintah Kerajaan Belanda (Dr. H. J. van Rojen) untuk mengembalikan pemerintahan tertawan ke Yogyakarta dan menghentikan tembak-menembak sebagai syarat perundingan.

Selain itu, tanggal dikeluarkannya dan diserahkannya pernyataan-pernyataan tersebut begitu ditonjolkan karena akan memberi suatu penafsiran yang berbeda dan dampak yang berbeda pula. Setidaknya ada dua penafsiran ditinjau dari kronologis yang ada. Versi pertama adalah Pernyataan Presiden baru diikuti Pernyataan Kerajaan-kerajaan di Yogyakarta. Sedangkan versi keduanya adalah Pernyataan Kerajaan-kerajaan di Yogyakarta baru diikuti Pernyataan Presiden.

Versi I: Pernyataan Presiden lalu pernyataan kerajaan.
Versi ini dapat ditafsirkan bahwa Negara Indonesia memberi suatu “penawaran politik” pada kerajaan-kerajaan di Yogyakarta untuk tetap bergabung dengan Negara Indonesia disertai konsesi tertentu. Lebih jauh, seperti dikemukakan oleh seorang tokoh masyarakat dalam wawancara di televisi (kalau tidak keliru), Piagam kedudukan dan Amanat 5 September seperti sebuah “ijab-kabul” dalam pernikahan menurut agama Islam (janji suci perkawinan). Presiden Indonesia mengucapkan “Ijab” dan Kerajaan-kerajaan di Yogyakarta mengucapkan “kabul”nya. Dalam versi ini posisi Kerajaan-kerajaan di Yogyakarta mendapat tingkatan yang “lebih tinggi”, sebab, bisa saja kerajaan-kerajaan di Yogyakarta tidak menerima “ijab” dari Negara Indonesia. Dan ini bisa diartikan lebih jauh bahwa kerajaan-kerajaan di Yogyakarta pada waktu itu dapat merdeka sendiri atau bergabung kembali di bawah bendera Den Haag.

Dan saat ini ketika keistimewan Yogyakarta dipermasalahkan ibarat suatu janji suci perkawinan yang otak-atik dan dipermasalahkan. Konsekuensinya, dan yang ini tidak kita kehendaki, adalah batalnya janji suci perkawinan dimana Yogyakarta bisa memilih untuk single parent (merdeka sendiri) atau menerima pinangan/meminang yang negara lain untuk dipersunting (menjadi bagian dari negara lain). Hal ini cukup kita risaukan karena, menurut beberapa laporan,  pernah ada beberapa spanduk yang bertuliskan “Ngayogyakarta Nagari Mardiko” walaupun akhirnya diturunkan hanya dalam hitungan hari. Penafsiran menurut versi pertama ini tidak begitu populer.

Versi II: pernyataan kerajaan lalu pernyataan presiden.
Versi ini dapat ditafsirkan bahwa kerajaan-kerajaan di Yogyakarta mengambil inisiatif sendiri, dengan kehendak sendiri, dan tanpa paksaan untuk mendukung dan bergabung dengan Indonesia. Lebih jauh dapat ditafsirkan apapun yang akan diterima kerajaan-kerajaan di Yogyakarta adalah konsekuensi yang sepatutnya diterima karena telah bergabung dengan Negara Indonesia. Dalam versi ini Negara Indonesia “lebih tinggi” karena bisa saja Negara Indonesia tidak mengabulkan pinangan Yogyakarta dan dapat mengakibatkan Yogyakarta tetap berada di dalam masa penjajahan. Menurut versi ini pula, Amanat 5 September diartikan sebagai proklamasi Yogyakarta untuk keluar dari penjajahan Jepang/Sekutu dan ikut merdeka bersama Indonesia. Versi ini semasa pemerintahan Presiden Suharto cukup populer karena memberi contoh pengamalan sila-sila dalam Pancasila (baca: P4/Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) terutama sila Persatuan Indonesia. Dan kemungkinan versi ini pula yang diambil oleh sebagian pemangku kebijakan saat ini.

Beberapa keberatan atas versi I dan II
Ada beberapa hal yang menjadi catatan untuk kedua versi. Pada versi I, walaupun pernyataan Presiden Indonesia tertanggal 19 Agustus 1945 namun kenyataannya dokumen resmi baru diserah-terimakan pada kerajaan-kerajaan di Yogyakarta pada 6 September  1945, sehari setelah kerajaan-kerajaan itu memberi jawaban resmi atas pernyataan Presiden Indonesia. Hal ini pula yang nantinya memperkuat versi II.

Pada versi II, walaupun pernyataan Presiden Indonesia diserahkan sehari setelah pernyataan Kerajaan di Yogyakarta namun tidak dapat dipungkiri dokumen tersebut tertanggal 19 Agustus 1945, sudah dua minggu lebih dulu dari pernyataan kerajaan. Ini akan membingungkan kapan pernyataan Presiden itu berlaku?Tanggal 19 Agustus 1945 seperti yang tertanggal atau pada 6 September 1945 saat diserah-terimakan kepada Kerajaan di Yogyakarta?

Jembatan antara versi I dan versi II
Walaupun terlihat saling bertentangan, versi I dan versi II sebenarnya dapat digabungkan menjadi suatu urutan berdasarkan kronologis. Dimulai pada 19 Agustus 1945 Presiden Indonesia memberi sebuah statement. Dilanjutkan pada 5 September 1945 Kerajaan-kerajaan di Yogyakarta memberi statement jawaban. Disusul kemudian pada 6 September 1945 dengan tukar menukar dokumen resmi (sayangnya kita tidak tahu sebenarnya yang terjadi pada 6 september 1945 karena hanya sedikit sumber yang menjelaskan kejadian yang ada). Kalau ini benar yang terjadi, maka kekusutan benang akan sedikit terurai.

Keterbatasan
Seperti telah dikemukakan terdahulu, hanya ada sedikit sumber yang kita miliki. Dan sayangnya lagi sumber itupun dari sumber sekunder (dari buku-buku yang ditulis oleh beberapa pengarang). Akan lebih baik dan akurat lagi jika kita bisa memiliki akses pada arsip-arsip kenegaraan sehingga kita memiliki sumber primer.

Selain itu kita juga terbatas dalam mengetahui “behind the scene” peristiwa pernyataan-pernyataan tersebut dikeluarkan. Oleh karena itu penafsiran yang ada atas peristiwa sejarah, untuk sementara, hanya didasarkan atas dokumen dan kronologi yang ada.

Simpulan
Lalu bagaimana simpulannya? Jawabannya kembali pada diri kita sendiri. Yang jelas bagi kita ialah dua pernyataan itulah (Presidential-Royal Statement 1945) tonggak pertama eksistensi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam panggung sejarah. Tanpa keduanya mungkin sejarah akan mencatat suatu kisah yang lain.

Penutup
Lalu bagaimana hubungan dengan kondisi saat ini? Simak terus serial ini. Berdoa saja semoga masih ada kesempatan.

19 September 2010 menurut kalender Internasional atau 10 Sawal Dal 1943 menurut kalender Jawa.

Seri merumuskan [kembali] keistimewaan ini disusun tidak mengikuti kronologi sejarah yang maju secara perlahan ataupun pembahasan secara akademis yang sistematis dan sampai pada sebuah simpulan sebagai puncaknya; namun lebih didasarkan dengan semakin mendesaknya penyusunan UU mengenai DIY oleh DPR dan Pemerintah. Jadi tulisan yang disajikan mengikuti kebutuhan akan aliran zaman; dimana dipandang mendesak untuk diangkat, tulisan itu dibuat dan diunggah.

Seri Merumuskan [Kembali] Keistimewaan:
#1 Presidential-Royal Statement 1945

Tidak ada komentar:

Posting Komentar